Sepi ing Pamrih Rame ing Gawe, Banter tan Mbancangi, Dhuwur tan Ngungkuli

Assalamualaikum wr wb

https://i0.wp.com/hinamagazine.com/wp-content/uploads/2007/07/pmi.jpg

Sekali lagi tentang peribahasa. Dan tentu saja Jawa (baru budaya Jawa yang saya pahami). Secara kata-perkata, “Sepi ing Pamrih, Rame ing Gawe, Banter tan Mbancangi, Dhuwur tan Ngungkuliartinya sepi dalam pamrih, ramai(banyak/rajin) dalam bekerja, cepat tanpa mendahului, tinggi tanpa melebihi (dari ikasmanca).

Benar-benar kaya bangsa ini akan nilai luhur. Kita, sebagai pewaris negeri (jadi ingat playlist :mrgreen: ) cukup tinggal melaksanakan dan mewariskannya saja.

———————————————–

“Sepi ing pamrih rame ing gawe” menanamkan pada kita bahwa bekeja keras itu tak perlu banyak pamrih. Pamrih boleh ada, asalkan sepi-sepi saja dan gawe-nya banyak. Jadi, kalau mau bantu orang, tidak perlu memikirkan pamrih. Meninggalkan kesan baik pada orang yang kita bantu itu harganya jauh lebih luar biasa daripada pamrih yang kita harapkan.

Jadi teringat kata-kata ini, “Kami tidak mengharapkan sesuatu pun dari manusia. Tidak mengharap harta benda atau imbalan lainnya. Tidak juga popularitas. Apalagi sekedar ucapan terimakasih.” Terimakasih kepada Imam Hasan Al Banna atas nasihatnya.

Beberapa bulan lalu, saya pernah bantu bersihin virus di laptop Bapaknya temen. Virusnya sih cupu, tetapi bagi orang-orang yang jarang mainan sama barang begituan, virus jadi kelihatan ribet. Dan alhamdulillah, dengan sedikit jurus (yang tidak) sakti, virus itu berhasil dibasmi dari komputer si Bapak. Dapat apa dari si Bapak? Dapat space memori gratis di otak beliau bahwa ada seorang bernama Agung Firmansyah, anak IT, yang pernah bantu bersihin virus di laptopnya. Ya, itung-itung menerapkan peribahasa nenek moyang. Apalagi nenek moyang yang deket.

Terus, satu bulan lalu, temen saya itu yang-laptop-Bapaknya-pernah-kena-virus sms saya, “Mas, Bapak minta kamu telp. Ini nomornya”. Ngapain juga saya kudu nelpon, yang butuh kan dia. Begitu pikiran pertama keluar. Tapi, saya coba-coba aja meneladani Nabi SAW. Nyoba berbaik sangka dulu. Ya, saya telp Bapak tersebut. Akhir cerita, saya dapat proyek bikin web site. Requirement mudah, harga tidak murahmoney eyes. Weedeww…. Buah dari menerapkan “Sepi ing pamrih rame ing gawe” yang dikombinasi dengan “khusnudhzon”. Alhamdulillah… (^_~)d :mrgreen:

———————————————–

Banter tan mbancangi, dhuwur tan ngungkuli mengajarkan kita supaya “sakti” tapi tetap rendah hati. Kalau kita pinter ya mbok jangan membuat orang lain merasa mindershame on you. Kalau hebat, mbok ya tetep bisa merakyat. Kalau jagobring it on, ya mbok jangan membuat kawan terlihat bodoh.

(Mungkin) salah satu contoh penggunaan pribahasa ini adalah saat berdiskusi/berdebat. Kutip ucapan orang yang menurut kita benar, pikirannya sejalan, atau menjadi sumber inspirasi dari kita. Insya Allah, hal itu akan menguatkan pendapat kita, membuat orang tersebut dihargai (karena kita mengutip pendapatnya), dan membuat orang tersebut tidak merasa diserobot karena kita mengkoar-koarkan gagasan yang sudah dia ajukan. Meskipun akhirnya penyampaian kita yang dianggap sebagai pembawa gagasan, orang yang mengusung opini perdana tersebut tidak akan tersinggung, insya Allah.

Masih ingat sejarah Fathul Makkah (pembebasan kota Makkah)? Pada saat kota Makkah sudah benar-benar ada dalam naungan Islam, Rosulullah Muhammad SAW berdiri di Masjidil Haram dan berkata bahwa barang siapa yang berada di rumahnya maka ia aman, barang siapa berada di rumah Abu Sofyan maka dia aman, barang siapa berada di Masjid Al Harom maka dia aman. Sedikit berpikir lebih dalam, mengapa nama Abu Sofyan di bawa-bawa.

Padahal cukup dengan mengatakan bahwa siapa saja akan aman bila berada di dalam rumah ataupun Masjidil Harom. Mungkin, jawaban versi orang awam saya, Rosulullah SAW masih menghormati kedudukan Abu Sofyan di tengah masyarakat Qurasy. Beliau memang dengan tegas mengatakan bahwa saat itu, pemerintahan Makkah ada ditangan kaum Muslimin tetapi beliau juga tetap menjaga agar para pemimpin kota Makkah terdahulu tidak tercoreng mukanya. Sunggu contoh “penaklukan” yang indah. Penaklukan tanpa darah. Banter tan mbancangi, dhuwur tan ngungkuli.

Ya…, itu hanya pelajaran Ø(. . ) . Akan tetap jadi pelajaran kalau tidak diamalkan thinking.

Semoga bermanfaat .

Wassalamualaikum wr wb

Advertisement

11 thoughts on “Sepi ing Pamrih Rame ing Gawe, Banter tan Mbancangi, Dhuwur tan Ngungkuli

  1. bagussssssssssss skl.. ungkapan ini siapa yg awal2xnya ngenalkan?… tapi budaya Sepi Ing pamrih ini semakin jarang, krn bnyk sudah yg terkena NARSISME.. sedihhh dan prihatin ..:(.. smg budaya Sepi Ing pamrih bersemi kembali di hati setiap insani… amien YRA.. thx mas infonya, sangat menggugah.

  2. Saya mencari arti dari peribahasa tersebut. Dan bagus sekali. Saya share ya di facebook. Terimakasih 😊

  3. Terima kasih ya aq baru baca ini 🙏🙏🙏 sangat bagus bila di terapkan generasi saat ini

  4. Sebenarnya falsafah Jawa (Mataram Islam) terpengaruh ajaran Islam yang disebarkan dan diteladankan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s